Bumi itu Bulat, Bukan Datar !
Akhir-akhir ini ada segelintir umat Islam
yang berpegang kepada teks Al-Qur’an yang tertulis secara zahirnya saja
(tekstual), dan mengklaim bahwa bumi ini datar. Lebih dari itu, tidak
tanggung-tanggung, mereka malah berani mengkafirkan orang-orang yang
berkeyakinan bahwa bumi ini bulat adanya.
Kata mereka orang yang tidak percaya
bahwa bumi ini datar melawan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah menjelaskan dengan
nyata bahwa bumi ini datar! Persoalan ini menjadi masalah yang sangat serius,
karena menyebabkan terjadinya benturan antara percaya kepada science modern
atau percaya kepada Al-Qur’an suci yang agung.
Sebagian orang awam lalu mengambil jalan
pintas dengan mengikuti segelintir umat yang berfaham bumi itu datar, karena
takut terjatuh ke dalam kemurtadan, alias menjadi kafir. Mereka takut dengan
ancaman kelompok ini. Apalagi selama ini, sudah terkenal bahwa kelompok ini
sangat rajin dan lantang menyerang orang yang tidak sefaham dengan mereka
dengan ancaman kafir, murtad, bid’ah dan lain sebagainya, seraya memakai
ayat-ayat Al-Quran segala.
Timbul pertanyaan kemudian, benarkah
Al-Qur’an bertentangan dengan ilmu science modern ? Jawabnya tegas, tidak
mungkin ada pertentangan antara ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan ilmu science.
Jika pun terjadi pertentangan maka itu terjadi karena dua hal saja. Pertama;
ilmu sciencenya yang tidak atau belum mampu mendefinisikan secara tepat, atau
kedua; ayat Al-Qur’annya yang difahamkan secara keliru, melenceng, alias tidak
tepat!
Selama ini ada beberapa ayat yang oleh para
PENGANUT FAHAM BUMI DATAR pakai untuk mendukung argumentasi atas faham mereka,
antara lain;
DALIL PERTAMA
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam
Al-Qur’an surat Al-Hijr: 19, Dan Kami (Allah) telah menghamparkan bumi .”. Nah
lihatlah, kata mereka, bukankah ayat ini dengan gamblang telah menjelaskan
bahwa bumi itu terhampar, dan tidak dikatakan bulat ! Kemudian mereka pun
dengan enteng mengkafirkan semua orang yang berseberangan faham dengan mereka.
DALIL KEDUA
adalah firman Allah pada surat Al-Baqarah:
22, “Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan (firasy)
bagimu.”
Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat di
atas mengatakan bahwa bumi ini terhampar, seumpama firasy, karpet, atau tempat
tidur. Namun, apakah sesederhana itu sajakah memahamkan ayat Al-Qur’an.? Apakah
memahamkan al-Qur’an yang agung cukup secara tekstual saja, kemudian
mengabaikan arti kontekstualnya ? Kalau demikian, yakni Al-Qur’an hanya
difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan
keagungan Al-Qur’an itu. Padahal ada banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadis yang
mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas
orang awam.
Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar
yang lebih tinggi dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja. Dengan
demikian, pantaslah kiranya jika Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi dalam banyak
hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan, yang
memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi jauh berbeda dengan orang
awam.
PEMBAHASAN MASALAH
Pada surat Al-Hijr ayat 19 dikatakan bahwa
Allah telah menghamparkan bumi. Disitu tidak ada dikatakan bagian yang
dihamparkan adalah bagian bumi tertentu, tetapi yang terhampar adalah bumi
secara mutlak. Sehingga dengan demikian, jika kita berada di suatu tempat di
bagian manapun dari pada bumi itu (selatan, barat, utara, dan timur), maka kita
akan melihat bahwa bumi itu datar saja, SEOLAH-OLAH TERHAMPAR di hadapan kita.
Kemudian jika kita berjalan dan terus berjalan dengan mengikuti satu arah yang
tetap, maka bumi itu akan terus menerus kita dapati terhampar di hadapan kita
sampai suatu saat kita kembali ke tempat semula saat awal berjalan. Hal ini
telah jelas membuktikan bahwa justru bumi itu bulat adanya. Sebaliknya, jika
saja bumi itu berbentuk kubus, misalnya, maka pasti hamparan itu suatu saat
akan terpotong, dan kita akan menuruni suatu bagian yang menjurang, menurun,
TIDAK LAGI TERHAMPAR..!
Selanjutnya, jika bumi itu adalah sebuah
hamparan seperti karpet atau tikar, maka jika ada orang yang melakukan
perjalanan lurus satu arah secara terus menerus, maka orang itu pada akhir
perjalanannya akan sampai pada ujung bumi yang terpotong, dan tidak akan pernah
kembali ke tempatnya semula, di mana dia memulai perjalanannya yang pertama
dulu.
Penelitian dan pengalaman manusia telah membuktikan bahwa perjalanan yang
dilakukan secara terus menerus ke satu arah tertentu tidak pernah menemukan
ujung dunia yang terpotong, melainkan terus menerus yang ditemukan hanyalah
hamparan demi hamparan di tanah yang dilalui, untuk kemudian perjalanan itu
berakhir pada tempat semula saat perjalanan pertama dimulai. Hal ini tidak
mungkin dapat terjadi jika saja bumi itu tidak bulat keberadaannya.
Penjelasan yang lebih gamblang adalah pada
surat Al-Baqarah ayat 22: Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi itu firasy
(hamparan, kapet) BAGIMU Perhatikan kata-kata “bagimu”. Al-Qur’an dalam hal
ini, tidak sekedar mengatakan bahwa bumi itu hamparan umpama karpet saja,
kemudian berhenti pada kalimat itu, tapi ada kata tambahan lain yaitu “bagimu”.
Artinya, bagi kita manusia yang tinggal di atas permukaan bumi ini, bumi terasa
datar. Walaupun, bumi itu pada kenyataannya adalah tidak datar. Hanya TERASA
DATAR bagi kita manusia. Terasa datar bukan berarti benar-benar datar, bukan.?
Penjelasan kata “karpet (firasy)” bagimu
bukankah bisa diartikan sebagai sesuatu yang berfungsi untuk diduduki atau
dipakai tidur, dengan aman dan nyaman ?. Kata firasy dalam bahasa Indonesia
dapat diartikan karpet, atau ranjang adalah sesuatu yang nyaman dan aman dan
dipakai untuk tidur. Nampaknya arti seperti ini dapat dipakai, sebab keberadaan
struktur bumi ini memang berlapis-lapis. Bagian intinya sangat panas dengan
suhu ribuan derajat celcius yang mematikan.
Namun demikian, pada bagian LAPISAN
YANG PALING ATAS, ada sebuah lapisan keras setebal 70 kilometer, disebut
lapisan kerak bumi yang paling aman dan nyaman, dengan suhu yang aman pula bagi
kehidupan. Seolah-olah lapisan bumi bagian atas itu adalah ‘karpet’ atau
‘ranjang’ yang terbentang luas dan melindungi manusia serta seluruh makhluk
Allah yang berada di atasnya, aman dari bahaya lapisan bumi bagian dalam yang
cair, yang sangat panas lagi mematikan itu. Subhanallah, Maha Suci Allah dengan
firman-Nya..!
Ada satu ayat Al-Qur’an lagi yang patut kita
perhatikan sebagai tambahan penjelasan masalah ini, yakni surat Az-Zumar ayat
5: “Dia (Allah) yang telah menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang
benar, Dia juga MEMASUKKAN MALAM KEPADA SIANG (dengan cara
menggulungnya-penulis), DAN MEMASUKKAN SIANG ATAS MALAM, dan menundukkan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan.
Ingatlah, Dia (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Kata “at-takwir” artinya adalah menggulung.
Pada ayat di atas dengan jelas Allah berfirman bahwa malam menggulung siang dan
siang menggulung malam. Kalau malam dan siang dapat saling menggulung, pastilah
karena keduanya berada pada satu TEMPAT YANG BULAT secara bersama-sama.
Bagaimana keduanya dapat saling menggulung jika berada pada tempat yang datar.?
Kalau saja kejadian itu pada tempat yang datar, mestinya akan lebih tepat jika
dipakai kata MENIMPA atau MENINDIH.
Dari keterangan ayat di atas juga dapat
diperoleh gambaran bahwa pada permukaan bumi ini setiap saat, separuh
permukaannya senantiasa malam, dan separuh lagi permukaannya adalah siang hari.
Hal ini dapat digambarkan dari keterangan ayat, dimana seolah-olah bagian
kepala dari sang malam itu menggulung bagian ekor dari sang siang, namun pada saat
yang sama bagian kepala dari sang siang sedang menggulung pula bagian ekor dari
sang malam.
Sebanyak bagian siang yang digulung malam, maka pada saat yang
bersamaan, sebanyak itu pula bagian malam yang sedang digulung oleh sang siang.
Sekali lagi, keterangan ini menggambarkan bahwa terjadinya hal menakjubkan
tersebut di atas bumi, hanya jika permukaan BUMI ITU BULAT adanya !
Lebih jauh lagi, andaikan saja bumi ini datar
seumpama sebuah karpet, pastilah jika matahari terbit dan menyinari bumi, maka
keseluruhan bagian bumi seketika akan berada dalam keadaan siang. Kemudian saat
matahari berlalu meninggalkan bumi, datang pula kegelapan, maka seluruh
permukaan bumi akan serentak menjadi malam pula semuanya. Namun, kenyataannya
tidak demikian..!
Di zaman modern ini, sudah terbukti disaat
Indonesia sedang siang hari, lalu kita menelepon atau chatt dengan teman kita
di Amerika, mereka akan mengatakan: “Disini, saat ini, adalah malam hari,
teman…!”, seraya dia akan menyapa kita dengan salamnya: Good evening, my friend!”
Tidak percaya.? Silakan mencoba.!
Ajaibnya, keterangan-keterangan ini ditulis
dalam ayat-ayat Al-Qur’an pada 14 abad yang lalu, disaat orang-orang Eropa dan
Amerika masih primitif, dan masih menganggap bumi ini datar serta menganggapnya
sebagai pusat bagi jagad raya ini.
Maha suci Allah dengan Al-Qur’an-Nya yang
Agung !
Wallahu A’lam Bishshowab
Sumber :
as-salafiyyah.com
0 komentar:
Posting Komentar